Friday, March 17, 2017

Klaten YoBen!

Logo Klaten YoBen. https://www.facebook.com/kybcloth
/ Klaten YoBen! Sebuah tagline yang menggelitik saya ketika pertama kali membacanya di akun media sosial. Klaten YoBen! sepertinya merupakan trademark clothing di Klaten. Tapi tagline tersebut merepresentasikan sebuah kegelisahan. Mungkin gelisah karena pemerintahnya tidak memperhatikan potensi anak mudah di dalam pembangunan Kabupaten Klaten. Seperti yang dikatakan Mbah Sudjiwo Tejo di salah satu talkshow-nya dengan Prof. Rhenald Kasali di Rumah Perubahan, bahwa sebenarnya gelisah adalah sebuah pertanyaan bagi diri sendiri, aku ini siapa?. Mbah Djiwo menjelaskan lebih lanjut dengan menggunakan analogi salah satu lakon pewayangan, yakni Bima. Ketika Bima mencoba untuk bertani dan pertaniannya berhasil, banyak orang yang bertepuk tangan kepadanya, lalu ia pun yakin bahwa dia adalah seorang petani. Kemudian disuatu hari, ada maling yang ingin merampas hasil taninya, Bima pun menghajar maling-maling tersebut dan menang. Lalu orang-orang pun bertepuk tangan kepadanya, ia pun yakin bahwa dia adalah seorang serdadu. Di suatu ketika, Bima berdagang ayam sayur, orang-orang pun bertepuk tangan karena omzet ayam sayurnya berlipat ganda. Ia pun gelisah dan bertanya aku ini siapa? Apakah aku seorang petani, serdadu, atau tukang ayam sayur? Dari analogi tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa orang yang gelisah itu adalah orang yang ingin melakukan sesuatu, membayangkannya, lalu melakukan sesuatu yang dibayangkannya. Bima menjadi seorang petani karena ia membayangkan bahwa ia ingin punya ladang padi yang luas dengan tanaman padi yang tinggi-tinggi agar dia bisa mendengarkan suara gesekan daun padi di siang hari. Ia menjadi seorang serdadu karena ia membayangkan menjadi Iron Man saat bisa menghajar sesorang. Ia menjadi seorang tukang ayam pun karena ia membayangkan sayur kaldu ayam kesukaannya yang biasanya dimasak oleh ibunya saat ia masih kecil. 


Sop Ayam Pak Min Klaten yang sebenarnya. Roy Pro
/ Itulah yang saya tangkap dari Klaten YoBen! Karena tagline tersebut menyimbolkan kegelisahan anak-anak mudah Klaten dimana kota asalnya tidak seterkenal Jogja maupun Solo. Jika ada yang membicarakan Klaten, pasti ingatnya Sop Ayam Pak Min Klaten yang sekarang franchise dimana-mana. Mereka juga gelisah karena orang-orang menganggap bahwa Klaten adalah kota kecil, ndeso, katrok, tidak ada mall besar, bioskop XXI, ataupun  Pizza Hut. Yang ada hanya warung tenda pinggir jalan, bakso ojek, duren sidowayah, dan tentunya Sop Ayam Pak Min. Makanya anak-anak muda ini mencetuskan tagline KlatenYoBen! Ndeso YoBen! Namun disisi lain, tagline ini juga mengindikasikan sebuah bentuk kepercaya dirian anak-anak muda Klaten. Sama seperti tokoh wayang Semar, dimana ia tidak baper diejek apapun oleh siapapun, "wis luweh", kalo katanya orang Klatenan. Saya sangat optimistis ketika anak-anak muda Klaten bisa bebarengan mengatakan Klaten YoBen! karena berarti mereka sangat mencintai Klaten apapun yang terjadi.


Skate and BMX Park Surabaya. perencanaankota.blogspot.com
/ Terlepas dari itu, disini saya ingin menyatakan bahwa pembangunan suatu wilayah itu tidak bisa dilepaskan dari peran pemuda. Pemudalah yang juga menghantarkan Republik Indonesia menjadi bangsa dan negara yang merdeka. Dengan semangat para pemuda, segala yang terlihat tidak mungkin akan menjadi mungkin. Segala yang tidak terikirkan sebelumnya, menjadi gagasan yang ciamik dan apik. Namun, semangat para pemuda Klaten tersebut sepertinya tidak ditangkap oleh Pemerintah, dimana tidak ada sama sekali suara pemuda di dalam pembangunan Klaten. Contohnya saja di area GOR Gelarsena Klaten. Setiap sore saya sering melihat banyak anak-anak muda yang main skateboard, sepeda bmx, hingga sepatu roda, namun tidak ada arena skateboard, bmx, maupun sepatu roda di area Gelanggang Olahraga (GOR). Di area itu malah dibangun panggung besar untuk menutupi lapangan tenis, dan bangunan seperti rumah yang entah apa fungsinya. Untung saja cafe "ala ala" mulai masuk ke Klaten dan membawa gaya baru bagi anak mudanya. Sebut saja Omah Wedang Rajaku, Star Steak, Kedai Bangsawan dan lainnya yang menjadi sasaran anak muda Klaten untuk nongkrong. Ya paling ngga naik tingkat dikitlah nongkrongnya di cafe, ngga di HIK lagi, haha. Tanda dibalik dari adanya cafe-cafe inipun belum ditangkap juga oleh Pemerintah. Dengan ramainya cafe "ala ala" tersebut, membuktikan bahwa anak-anak muda Klaten butuh wadah yang fresh untuk nongkrong. Dan dalam nongkrong itu tidak hanya ngobrol ngalur ngidul atau gosip sana sini. Dalam tongkrongan di cafe-cafe itulah tercetus ide-ide baru, baik ide untuk Klaten maupun ide-ide bisnis anak muda. 

Renata Kusmanto model & artis kelahiran Klaten. Rude Billy
/ Jika dilihat lebih teliti, sebenarnya anak-anak muda Klaten memiliki tingkat intelegensi yang tinggi karena tiap pulang sekolah mereka tidak bisa ke Mall atau bioskop (karena memang ngga ada :p), mereka cenderung ke warung HIK, rumah teman, atau menghabiskan waktu di sekolah/bimbel hingga sore hari. Ini sudah terbukti dengan banyaknya tokoh-tokoh nasional yang berasal dari Klaten. Sebut saja dari tokoh politik-akademisi Hidayat Nur Wahid, Bibit Waluyo, Suhardi, Hendarman Supandji, Sudjarwadi, Kak Seto, hingga seni-budaya Ki Nartosabdo, Teguh Srimulat, Eddy Sud, Renata Kusuma, dokter Eka Julianta, CEO BRI Rudjito, atlet Nova Widianto, dan presenter Yohana Margaretha dan Prita Laura, dan masih banyak lagi. Saat inipun saya yakin masih banyak anak-anak mudah Klaten yang pemikirannya luar biasa, hanya wadahnya saja yang belum ada, sehingga banyak dari anak-anak muda ini yang memilih keluar dari Klaten, bukan karena tidak cinta Klaten tetapi mencari wadah bagi pemikiran-pemikirannya.

Rencana Bandung Creative Hub. Ridwan Kamil
 / Untuk itu, bagaimana jika dibuat sebuah "Smart Hub" yang menghubungkan para anak-anak muda di Klaten untuk saling berkolaborasi di berbagai bidang, mulai dari bidang desain, olahraga, IT, hingga masak. Disana mereka bisa berdiskusi untuk mengimplementasikan gagasan-gagasan besarnya. Saya membayangkan akan ada banyak anak-anak SMP, SMA, SMK, kuliahan, dan lainnya yang menghabiskan waktu siang-malam di Smart Hub tersebut, sibuk dengan beragai gagasan-gagasan besar. Saya juga membayangkan, dari situ akan banyak muncul kreativitas dan inovasi yang tentunya harus ditangkap pula oleh Pemerintah Klaten, jika tidak, hasil kreativitas dan inovasi tersebut akan diserobot oleh wilayah atau bahkan negara lain. Dengan demikian, anak-anak muda Klaten yang gelisah ini tidak lagi hanya menyerukan Klaten YoBen! Ndeso YoBen! tapi dari kegelisahan itu mereka dapat melakukan sesuatu dan mewujudkannya menjadi sebuah karya anak Klaten, seperti cerita Bima di awal tulisan ini. Ya tapi, untuk sementara, karena Smart Hub-nya belum ada, yowislah rapopo, penting isih isoh ambegan lan mangan, saiki yo mung isohe ngene iki dhisik, alon-alon, nunggu buaptine ana sing waras dhisik, Klaten YoBen!
Share:
Location: Wageningen, Belanda

0 comments:

Post a Comment